MP3 Clips

Sunday, December 27, 2009

JAKARTA: Departemen Komunikasi dan Informatika memberikan peringatan terakhir kepada PT Internux, karena lalai membayar biaya hak penggunaan (BHP) frekuensi tahun pertama dan up front fee WiMax sehingga terancam pencabutan izin prinsip.

Gatot S. Dewa Broto, Kepada Pusat Informasi dan Humas Depkominfo, mengatakan sebanyak 5 dari 6 perusahaan nonkonsorsium pemenang tender telah membayar kewajibannya, yaitu BHP tahun pertama dan up front fee.

"Regulator kini memberikan peringatan terakhir kepada Internux untuk memenuhi kewajibannya paling lambat 20 Januari 2010, termasuk pembayaran denda sebesar 2% per bulan dari besar BHP yang harus dibayarkannya," ujarnya, kemarin.

Peringatan ini diberikan untuk memberikan kepastian hukum dan perlakuan yang sama bagi penyelenggara jaringan tetap lokal berbasis packet switched yang menggunakan pita frekuensi 2,3 Ghz untuk keperluan layanan pita lebar (wireless broadband).

Adapun khusus untuk pemenang dari konsorsium diberi batas waktu pembayaran sampai 26 Januari 2010.

Gatot menjelaskan Internux telah beberapa kali melewati batas jatuh tempo pembayaran, pertama pada 17 November, kemudian memasuki tahap selanjutnya yang dimulai 20 November, perusahaan ini juga belum membayar hingga kini.

Internux akan dikenakan ketentuan dalam lampiran Permenkominfo No. 22/2009 atau dokumen seleksi tender yang berisi bahwa pemenang seleksi yang tidak membayar BHP frekuensi radio sampai dengan batas waktu yang telah ditetapkan, maka penetapan pemenang pada blok frekuensi di zona yang dimenangkan akan dibatalkan oleh menteri.

"Apabila Internux tidak melakukan pembayaran hingga batas waktu 20 Januari mendatang, hak perusahaan tersebut sebagai pemenang seleksi akan dibatalkan, termasuk pencabutan izin prinsip yang telah diberikan," ujarnya.

Mufly, Manajer Operasional Internux, tidak menanggapi pertanyaan Bisnis seputar ancaman pencabutan izin prinsip WiMax tersebut.

Kelima perusahaan yang telah melakukan pembayaran secara berurutan adalah PT Telkom Tbk, PT Indosat Mega Media, PT First Media Tbk, PT Berca Handayaperkasa, dan PT Jasnita Telekomindo. PT Jasnita telah membayar kewajiban beserta denda, sementara PT Berca belum membayar denda hingga sekarang.

Masih buram

Pembangunan infrastruktur broadband wireless access (BWA) atau WiMax dari tender ini yang dilakukan oleh para operator pemenang tender masih belum jelas meskipun regulator telah memberikan izin prinsip bagi mereka memulai pembangunan sebelum bisa berjualan setelah mengantongi izin penyelenggaraan.

Adrian Prasanto, Corporate Communication Assistant Manager Indosat Mega Media, menyatakan pihaknya hingga saat ini masih menunggu dan belum melakukan pemesanan kepada perusahaan mana pun untuk perangkat.

"Kami masih menunggu bagaimana perkembangan terkait kesiapan perangkat 16d dengan TKDN yang disyaratkan untuk pembangunan infrastruktur di frekuensi ini. Belum ada pesanan kepada perusahaan mana pun," ujarnya.

Hal tersebut juga dilakukan oleh perusahaan pemenang tender lainnya. Sumber Bisnis dari konsorsium pemenang tender bahkan mengatakan ada perusahaan yang berencana menggunakan perangkat 16e, meskipun di luar ketentuan pemerintah.

Vendor lokal penyedia perangkat teknologi pita lebar worldwide interoperability for microwave access (WiMax) lebih memilih mengembangkan produk 16d untuk penggunaan di frekuensi 3,3 GHz dibandingkan dengan 2,3 GHz.

Padahal frekuensi 2,3 Ghz baru selesai ditenderkan oleh pemerintah untuk layanan WiMax menggunakan teknologi 16d, kini delapan perusahaan pemenang tender sudah memperoleh type approval (TA) dan bisa mulai melakukan pembangunan jaringan.

Saat ini baru ada dua perusahaan yang mengantongi sertifikasi Ditjen Postel dan memiliki perangkat dengan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) sebesar 30% untuk subscriber station (SS) dan 40% bagi base station (BS), yaitu PT Hariff Daya Tunggal Engineering dan PT Teknologi Riset Global. (Arif Pitoyo) (fita. indah@bisnis.co.id)

(sumber: Fita Indah Maulani - Bisnis Indonesia)

0 comments:

Post a Comment