MP3 Clips

Tuesday, April 12, 2011

Sebuah studi yang dilakukan oleh Konsultan OVUM menunjukkan bahwa di tingkat Entry Level Broadband seperti di India, Rusia, Pakistan, Afrika Selatan dan Saudi Arabia, biaya transmisi data 100 MB melalui WiMAX hanyalah 1/100 sampai 1/10 dari biaya transmisi data melalui jaringan 3G GSM HSPA. Silahkan melihat tabel dibawah ini:

 Jadi kesimpulannya, WiMAX akan jauh lebih kompetitif dibandingkan dengan jaringan HSPA, terutama bagi Operator Baru WiMAX, seperti First Media, Berca, dan lainnya yang belum memiliki jaringan infrastruktur GSM.

Oleh karena itu perbandingan biaya antara WiMAX dan LTE di Clearwire USA tidaklah valid, sebab Clearwire adalah Operator Incumbent Amerika Serikat yang besar, seperti PT TELKOM/TELKOMSEL.

Jangan sampai terkecoh dengan judul Milis : "4G belum waktunya di Indonesia", sebab ini akan mengaburkan masalah pokok bangsa.

Permasalahan pokok pertama bangsa saat ini adalah sempitnya alokasi pita lebar yang diberikan kepada para operator GSM/CDMA Indonesia, yaitu 5 MHz atau 10 MHz. Sedangkan Clearwire meng-klaim bahwa ia adalah Operator besar di AS dengan kepemilikan Spektrum Frekwensi terbesar, sehingga mampu memberikan layanan transimisi data yang tinggi dengan biaya yang sangat murah (US$20 per bulan untuk kecepatan uplink minimal 1 Mbps dan dowload yang tak terbatas).

Permasalahan pokok kedua bangsa Indonesia adalah masih belum bersihnya pita 2,3 GHz dari ganggguan interferensi akibat dari tidak tertibnya para penyelenggara WiFi yang meningkatkan daya pancarnya lebih dari 100 mWatt demi memperluas jangkauan. Akibatnya, muncul spurious frequency diluar pita WiFi 2,4GHz yang melebar ke pita 2,3 GHz yang sangat mengganggu efektivitas transmisi WiMAX. Hal yang sama juga akan dialami oleh LTE, bila nantinya dialokasikan di 2,3GHz.

Persoalan pokok ketiga bangsa Indonesia, adalah sempitnya kapasitas Backhaul antara BTS dan BSC atau Simpul Jaringan, karena masih menggunakan transmisi radio E1 atau kelipatannya, dan baru sedikit yang menggunakan Serat Optik. Jaringan Backbone Serat Optik di wilayah Indonesia Barat saat ini sudah mencukupi (Papala Ring?). Sehingga untuk wilayah Barat, yang masih dibutuhkan adalah Jaringan Backhaul untuk menghubungkan BTS-BTS, bukan Jaringan Backbone (Palapa Ring?). Jadi jangan mengaitkan kebutuhan Jaringan Backhaul dengan Jaringan Backbone Palapa Ring, sebab ini adalah dua hal yang berbeda.

Kenyataan lain saat ini, belum pernah ada studi komprehensif di Indonesia yang menyimpulkan bahwa layanan 4G belum dibutuhkan di Indonesia. Kenyataannya, kebutuhan akan transmisi data berkecepatan tinggi saat ini sudah sangat dibutuhkan oleh bangsa Indonesia, terutama dengan populernya uploading di Youtube untuk membuat seseorang menjadi "Instant Artist" seperti halnya Briptu Norman Kamaru.

Bukti lain bahwa saat ini bangsa Indonesia sudah sangat membutuhkan layanan 4G berkecepatan tinggi adalah dengan membuka link URL http://copensat.com dan menikmati "Opera van Pesat" yang dimainkan oleh para senior ex-Indosat.

Thursday, April 7, 2011

Peningkatan kebutuhan layanan data dipicu oleh penetrasi berbagai jenis perangkat mobile dengan beberapa pengembangan terhadap sistem operasi baru yang menggunakan interkoneksi internet. Meningkatnya kebutuhan akan layanan data ini sudah tidak lagi dapat ditampung oleh sarana telekomunikasi data dengan teknologi seluler generasi ke-3 atau 3G.

Menurut Director & Country Manager Qualcom Indonesia Harry K Nugraha, LTE merupakan solusi perkembangan layanan data baik untuk CDMA maupun GSM sebagai evolusi teknologi seluler Generasi ke-3 (3G) ke generasi ke-4 (4G).

Menurut Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementrian Kominfo Gatot S. Dewabroto kebijakan mengenai implementasi LTE belum diputuskan, meskipun sudah ada beberapa operator telekomunikasi yang sudah melakukan ujicoba. Sampai sekarang masih dibahas dan kajiannya belum diputuskan. Kementerian Kominfo tidak akan membatasi ujicoba LTE oleh operator, selama tidak digunakan untuk layanan komersiil.

Berita tersebut diatas dikutip dari Harian Bisnis Indonesia terbitan Jumat, 8 April 2011. Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimanakah kelanjutan dari penggelaran jaringan Wireless Broadband Access WiMAX sudah ditetapkan pada pita frekwensi 2,3 GHz, sebab belum terdengar layanan jasa komunikasi broadband wireless access untuk masyarakat umum, dimana sasaran semula BWA yang diharapkan dapat menjadi andalan kebangkitan Industri Manufaktur Nasional menjadi tidak terlaksana, karena standar yang ditetapkan menghasilkan produk yang tidak kompetitif di pasar dalam negeri.

Pengalaman keterlambatan/kegagalan penggelaran jaringan BWA perlu menjadi pelajaran yang berharga untuk merancang masa depan jaringan BWA/LTE. Apakah BWA/WiMAX akan tetap dilanjutkan ataukah akan diganti dengan BWA/LTE? Dapatkah LTE menjadi andalan kebangkitan Industri Manufaktur Nasional seperti yang diharapkan dari WiMAX?

Perbedaan utama antara keduanya, adalah, WiMAX merupakan produk bukan propritary, sedangkan LTE adalah produk proprietary, sehinggan Indonesia harus membayar lisensi/paten produk ini. Ini akan mengurangi manfaat pengembangan Industri Manufaktur DN yang berbasi LTE.

Silahka diberikan tanggapan atau saran-saran yang positif.

;;